WSAB: Serpihan Hati di Phetchaburi
Blog Propil warga Bewara keur warga WSABCare Katuangan Sunda Lalakon

Thursday, October 23, 2014

Serpihan Hati di Phetchaburi

 Raveen dan Aleya
“Kita harus segera pergi, pemilik flat akan datang” Raveen berseru kepada istrinya Aleya yang sedang sibuk memasang bulu mata palsu, melihat tampilan wajahnya di depan cermin retak sebagian yang dipungutnya dari tempat sampah..
10 USD, 50 USD, 100 USD, Raveen kembali merapikan beberapa lembar uang dolar palsu di dalam dompetnya. Seperti hari-hari sebelumnya, mereka akan menuju Stasiun Siam Central Bangkok. Turis-turis yang berdatangan ke Bangkok adalah targetnya. Apa mau dikata, menjadi penipu adalah jalan hidup mereka sekarang, yang harus ditempuh demi kelangsungan hidup. Raveen teringat akan sesumbar yang dia berikan kepada teman-temannya bahwa dia akan sukses dan menjadi orang kaya di Bangkok.
Sudah satu bulan ini, mereka menunggak uang sewa tahunan flat sempit di gedung yang kumuh di daerah Petchaburi. Keindahan kota Bangkok semakin hilang dari pandangan, ketika uang semakin menipis. Setahun lalu mereka datang ke sini untuk mendapatkan hidup yang lebih baik dibandingkan tinggal di tanah kelahirannya. Hidup Raveen berubah ketika bertemu teman kecilnya Tomni yang sedang pulang dari merantau di Bangkok. Tomni yang bekerja sebagai supir taksi di Bangkok, mengajak Raveen untuk pindah. Aleya yang baru dinikahinya pun ikut karena tidak tahan dengan ejekan saudaranya yang terus menanyakan kapan mereka punya anak di pernikahan mereka telah berjalan 7 tahun. Sayangnya, pekerjaan sebagai sopir taksi yang ditawarkan temannya pun tak kunjung didapatnya karena kondisi politik Thailand yang tak menentu. Mereka berencana akan kembali saja, pulang, setelah uang tiket terkumpul.
Bangkok sebagai salah satu kota wisata terkenal di medio Mei-Agustus mulai penuh akan turis-turis dari berbagai mancanegara. Baik yang backpacker dengan ransel di punggung ataupun turis kelas atas yang mengikuti tour mewah dan tinggal di hotel yang megah. Turis menengah itu adalah target dari Raveen dan Aleya. Mereka umumnya pasangan muda berusia 25-35, dengan gaji yang tengah menanjak, pekerja kantoran yang berlibur ke luar negeri adalah salah satu kegiatan baru untuk mengisi cuti. Mereka adalah, turis yang akan tinggal di hotel bintang 3 dan menggunakan transportasi umum untuk bepergian, tetapi membawa uang saku tunai yang banyak. Lebih tepatnya mereka menyenangi turis dari Indonesia. Turis dari Indonesia umumnya membawa uang tunai di dompetnya dalam jumlah banyak, mereka suka berbelanja untuk oleh-oleh seluruh keluarga dan cenderung ramah dengan orang asing.
Raveen mengingat-ngingat kembali ucapan Mirov, yang sudah bertahun-tahun menjadi penipu turis. Ciri-ciri turis asal Indonesia dan kebiasaan-kebiasaannya sudah dijelaskan oleh Mirov. Pertemuan Mirov dan Raveen cukup unik, karena Mirov yang sedang lari dikejar polisi, terselamatkan oleh Raveen yang bersembunyi ke dalam tuktuk, kendaraan umum sejenis bajaj, yang sedang parkir. Setelah gagal menjadi supir taksi, Raveen sempat menjadi supir tuktuk pinjaman temannya yang sedang sakit. Perkenalan dengan Mirov membuatnya menjalani profesi ini, walaupun Aleya sempat menentangnya habis-habisan, tetapi cengkraman kebutuhan uang mengalahkannya.

“Ayo, aku sudah siap” seruan Aleya, membuyarkan lamunan Raveen. Mereka bergegas menuruni tangga darurat gedung dan mulai berjalan menuju Stasiun Siam Central Bangkok. Tanpa menyadari, hari ini nasib mereka akan berubah.

Adrian dan Nadia(3 hari sebelumnya)
Touchdown Bangkok” Nadia langsung mengupdate twitternya, setelah mereka melewati imigrasi di Bandara Don Mueang. Sementara Adrian, mengubah tampilan profil Facebooknya dengan foto dirinya dan Nadia menggunakan tongsis alias tongkat narsis yang sengaja dibelinya sebelum bepergian. Tampak belakang foto mereka berdua, poster ukuran besar dengan tulisan “Welcome to Thailand, The Land of Smiles, Sawasdee Ka!”. Di foto itu, terlihat Nadia menunjukkan boarding pass tiket pesawat yang mereka beli setahun lalu. Budget airlines memungkinkan Adrian dan Nadia mewujudkan impian untuk jalan-jalan ke luar negeri. Jakarta-Bangkok PP hanya Rp. 250.000, berhasil diperoleh setelah Adrian dengan gigih menunggu dari pukul 00.00 untuk dimulainya gebyar promo airline tersebut. Itupun untuk jadwal keberangkatan 6 bulan kemudian. Ini perjalanan pertama mereka ke luar negeri.
Dulu, pergi ke luar negeri, bagi Adrian dan Nadia hanyalah impian. Adrian dan Nadia yang dipersatukan oleh cinta masa SMA, bertemu di ekstrakuriler Klub Pencinta Bahasa Inggris dan kisah cinta pun berlanjut sampai kuliah. Seringnya membaca artikel tentang negara-negara asing yang ditugaskan di klub sekolah membuat mereka bercita-cita bulan madu ke luar negeri.
Pernikahan secara sederhana pun dilangsungkan setelah menyelesaikan kuliah masing-masing dan Adrian diterima bekerja sebagai marketing di sebuah perusahaan obat. Bulan madu yang mereka impikan pun tidak sempat mereka lalui. Awalnya Nadia tidak berniat bekerja karena bercita-cita ingin membesarkan putra-putri buah cintanya dengan Adrian. Tahun demi tahun berlalu, belum ada tangisan bayi di rumah kontrakan mereka. Nadia kemudian memutuskan bekerja di sebuah travel. Impian bulan madu pun tak pernah berlalu.
5 tahun pernikahan, Adrian mulai menuai bonus dari kerja kerasnya. Nadia yang sudah 2 tahun bekerja mendapatkan promosi dan berhak atas diskon voucher hotel untuk selama 3 malam. Desakan untuk melihat negara lain selain Indonesia semakin kuat. Thailand adalah pilihannya, dengan alasan kelezatan Tom Yum Goong (sup udang dengan kuah asam pedas) dan Somtam (salad dari pepaya) yang pernah mereka buat di International Culinary Day, dan menjadi juara 1 di kegiatan SMAnya dulu. Mereka ingin menjejakkan di negara pembuat makanan lezat itu. Selain itu, paspor Indonesia tidak perlu mengajukan visa untuk masuk ke Thailand.
“Mas, itu bisnya” Nadia memanggil Adrian. Mereka menaiki bus A1, shuttle bus Don Mueang-Bangkok yang ada di lantai 1. Tak lama duduk, datang petugas mendekati, ibu-ibu memakai seragam berusia 50 tahunan, mengingatkan Adrian dan Nadia kepada ibu mereka. Ibu  itu tampak membawa alat unik di tangannya seperti tabung dari kaleng yang bisa dibuka melintang dan tampak gulungan tiket dengan gerigi untuk memotong tiket dan lipatan uang di sela-sela jarinya. BTS Mo Chit adalah tujuan mereka, 60 baht (sekitar 22 ribu rupiah) pun diberikan ke pada ibu tersebut yang langsung menjawab sigap “Kop Khun Ka”  Terima kasih. Sampai di Mo Chit mereka langsung naik Skytrain menuju stasiun Asoke di daerah Sukhumvit, lokasi hotel tempat mereka tinggal. Tanpa menyadari perjalanan mereka ini akan mengubah hidup orang lain.

Stasiun Siam Central Bangkok
 “Jam 10 di depan kita” Aleya berbisik kepada Raveen. Raveen menolehkan pandangannya ke arah yang ditunjukkan Aleya. Tampak dua orang sedang berdiri di depan mesin tiket pembelian tiket BTS. Tiket BTS dapat dibeli untuk perjalanan one-way atau harian. Dengan menggunakan uang koin dapat dibeli sesuai zone yang diinginkan. Semua jalur bertemu di Stasiun Siam Central Bangkok. Aleya dan Raveen merapikan bajunya dan mendekati pasangan muda yang tampak tidak jauh usianya dari mereka berdua.
Adrian dan Nadia menelusuri jalur peta yang terpampang disebelah mesin tiket. Hari ini mereka berencana pergi ke Chatucak Market untuk membeli oleh-oleh. Besok mereka akan pulang. Hari-hari sebelumnya jadwal mereka padat, mereka sudah mengunjungi Grand Palace, bangunan tempat raja-raja tinggal. Menunggu matahari terbenam di Wat Arun. Menelusuri sungai di dalam kota menuju Asiatique walau hanya untuk window shopping. Mereka pun tak lupa membuat ratusan foto di Madame Tussauds di Siam Discovery dengan berpura-pura menjadi asisten Presiden RI pertama, Ir. Soekarno, tamu dari Oprah Winfrey, sampai menjadi sahabat Angelina Jolie dan Brad Pitt. Wisata kuliner tentu saja menjadi selingan di antara-antara tempat-tempat wisata tersebut.
Hallo! Can you help us?” Raveen menyapa Adrian dan Nadia.
Oh, hallo, sure, what can I do for you?” Adrian membalas, Nadia dan Aleya bertukar pandang dan saling mengangguk.
“Kami ingin membeli tiket ke Stasiun Nana, apakah kamu tahu caranya?”
“Wah, kalian turis juga seperti kami ya? Mudah kok, lihat dulu di sini zonanya dan kamu bisa beli tiketnya” Adrian menerangkan dengan rinci.
“Iya, kami turis juga seperti anda berdua! Saya mengerti, terima kasih ya! Sebentar, apakah kalian dari Indonesia?”
Adrian tampat terkejut “ Iya betul! Tebakanmu tepat! Apakah kamu pernah ke Indonesia?”
Raveen dengan antusias berkata, “Belum pernah, tapi minggu depan kami akan ke Bali, untung sekali kami bertemu kalian, bisa tolong menjelaskan, berapa rate mata uangmu terhadap dolar?”
Adrian,”Saat ini kira-kira untuk 1 dolar kamu bisa dapat sekitar 13.600 rupiah”
Raveen kemudian mengambil dompetnya dan menunjukkan uang dolar di dompetnya.
“Wah berarti, saya bisa banyak mendapatkan banyak rupiah dengan menukarkan ini ya?” Aleya melirik wajah Adrian dan Nadia yang tampak terkesima melihat lembaran-lembaran dolar di dompet suaminya. 
“Tentu, wah banyak sekali dolarnya, kamu pasti orang kaya ya” mereka berempat serempak tertawa.
“Uang Indonesia itu seperti apa ya? Apakah kamu punya? Please, tunjukkan ya, kami ingin lihat” Raveen kembali mendesak.
Adrian mengambil dompetnya dan mulai membukanya. Raveen menahan nafas, sedikit lagi usahanya berhasil. Kedua orang ini tampak tidak menyadari bahayanya berbicara dengan mereka.
“Ini 10.000 rupiah, kalau 50.000 warnanya biru dan 100.000 seperti ini” Adrian mulai menjelaskan jenis-jenis uangnya.
“Boleh saya pegang?” tanya Raveen, dia mengambil uang 100.000 dan mengamati..”Waahh, bagus sekali uang Indonesia ya, kalau uang saya 200 dolar, berarti dapat sekitar 25 lembar ini ya?”
Adrian menjawab “Ya betul, jadi seperti ini kira-kira banyaknya” Adrian tanpa berburuk sangka malah mengambil kembali semua lembaran-lembaran lainnya dari dompet dan menunjukkannya. Ketika Adrian sedang menunjukkan uangnya, Aleya tiba-tiba bertanya, “Kalian berdua saja? Tidak membawa anak-anak?” Adrian dan Nadia menoleh ke arah Aleya. Nadia tersenyum dan menjawab ringan, “Oh tidak, kami sudah 5 tahun menikah dan belum punya anak, tapi semua itu ada yang mengatur bukan? Kami percaya semua akan indah pada waktunya” Aleya tersentak, walau pertanyaannya berhasil mengalihkan perhatian Adrian dan Nadia. Saat itu juga, Raveen secepat kilat menukar dengan kertas berwarna sama yang sudah disiapkan, menyimpan di bawah tumpukan, menyisakan 1 lembar uang 100.000 di atasnya dan mengembalikan uangnya ke Adrian. Adrian langsung memasukkannya ke dalam dompet tanpa memeriksanya dan memasukkan dompet kembali ke saku belakang celananya.
“Thank you, nice to know you two, hope we can see you in Indonesia, you both are nice!” Raveen menyalami Adrian dan menarik tangan Aleya yang masih tertegun mendengar jawaban Nadia. Mereka langsung menghilang di keramaian orang-orang di Stasiun Central Siam. Adrian dan Nadia pun berlalu dan menuju BTS yang mengarah ke Chatucak Market.
Adrian dan Nadia berjalan lesu menuju warung makan halal di daerah Phetchaburi, langganan mereka selama beberapa hari ini, tempat favorit orang Indonesia. Uang yang tadinya akan ditukarkan dengan Baht untuk membeli oleh-oleh telah melayang. Mereka baru menyadarinya ketika sampai di Chatuchak. Kedua orang yang mengaku turis juga itu ternyata penipu.
Langit telah berubah menjadi kelam ketika mereka sampai di rumah makan, Nadia langsung ke toilet karena merasa pusing dan lemas karena ingat uang yang hilang, dia ingin mencuci mukanya. Di depan toilet, Nadia melihat ada wanita tengah membungkuk ke arah wastafel, di belakangnya tampak seorang laki-laki sedang memijit-mijit tengkuknya. Keduanya membelakangi Nadia. Nadia pun mundur, dan berdiri di pintu luar.
“Saya hamil” terdengar suara sang wanita. “Apakah kamu yakin?” “Iya, saya sudah test tadi pagi dan hasilnya positif” “Thank you, God” Terdengar suara sang laki-laki, kemudian terdengar isak tangis kebahagiaan keduanya.
Nadia terenyuh mendengarnya, tak terasa matanya basah. Kejadian tadi siang pun terlupakan mendengar kejadian mengharukan ini. Pada saat itulah, mereka keluar dari toilet dan memandang Nadia yang sedang menunggu dan tampaklah Adrian yang juga berdiri di belakang Nadia karena menyusul istrinya. Mereka saling berpandangan dengan mata seketika berkaca, ya, Adrian dan Nadia dengan Raveen dan Aleya. Nasib mempertemukan mereka kembali di sebuah warung makan di daerah Phetchaburi...   

1 tahun kemudian
One notification on your Facebook” Nadia membuka laman Facebooknya, you have been tagged in one photo. Nadia melihat Adrian juga di tag di foto itu. Terlihat bayi mungil yang sedang dipangku oleh ibunya Aleya, ayahnya Raveen tampak di belakang, berdiri dan tersenyum. “Hi Nadia and Adrian, sorry for late response, please introduce our precious baby, Bintang, he is 4 months now”. Nadia membaca caption di foto tersebut dan tersenyum memandangi Bintang, nama yang mereka usulkan, bayi dengan mata bola, tersenyum ke arah kamera. Tak lama, terdengar suara mobil memasuki carport, Nadia tak sabar ingin memperlihatkan foto itu kepada Adrian, yang baru saja datang dari toko perlengkapan bayi untuk Chandya, nama usulan Raveen dan Aleya, berasal dari kata Chand yang artinya Bulan, bayi perempuan mereka, yang baru berusia 1 bulan.

1 Waleran:

At 3:58 PM, Anonymous dobelden ngawaler ...

apa kabar ibu2 wsab, lama tak bercengkrama

 

Post a Comment

<< Ka Payun